Selasa, 01 Mei 2012

gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Kesehatan Jiwa menurut UU No 3 tahun 1996, merupakan suatu kondisi yang memungkinkan  perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan  perkembangan itu  selaras dengan  keadaan  orang lain (Harold l.dkk, 1995).
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Yosep, 2009).
Skizofrenia, waham, dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan psikosis (penyakit jiwa) terdiri dari suatu kelompok sindrom klinis yang dinyatakan dengan kelainan dalam isi dan organisasi pikiran, persepsi masukan sensori, ketegangan emosional, identitas, kemauan, perilaku psikomotor, dan kemampuan untuk menetapkan hubungan interversonal yang memuaskan (DSM-III-R, 1987) (Townsend,2002).
Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya.Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizopernia acute. Periode skizoprenia akut gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir (Iyus, Yosep .2009).
Gejala yang sering timbul pada skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizoprenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaanya sendiri (Iyus, Yosep.2009).
Menurut Bowen,(1978) menggambarkan perkembangan  skizofrenia sebagai suatu perkembangan  disfungsi keluarga.Konflik diantara  suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada  ansietas,  dan  suatu kondisi  yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya  suatu hubungan  saling  mempengaruhi yang  berkembang antara orang tua dan anak.
Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan ”perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak di teruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat di cegah. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menanggani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti perawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Ann K, dalam skripsi Nurdiana, 2007)
Dengan peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan mengalami kenaikan sebesar 2,05% dari tahun ketahun maka pihak dari rumah sakit jiwa provinsi pun telah melakukan berbagai upaya dalam memecahkan permasalahan, misalnya dengan sumber daya manusia (SDM). Telah mengikuti pelatihan secara instansi terkait yang diberikan oleh pemerintah, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Departemen RI, jambi 2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa provinsi Jambi bahwa penderita gangguan skizoprenia pada tahun 2008 berjumlah 3.230  klien, sedangkan pada tahun 2009 berjumlah 2.800  klien, dan pada tahun 2010 berjumlah 5173 klien, Dengan kunjungan pasien skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi dari bulan Januari – Maret 2011 sebanyak 1404 klien .
Menurut Hasil penelitian Trii (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar (51,4%) sikap reponden kurang baik terhadap perawatan pasien skizofrenia oleh keluarga dirumah, dari hasil uji statistic juga menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perawatan pasien skizofrenia dirumah. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori notoatmodjo (2003) sikap adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, setiap orang mempunyai sikap yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama, perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui sikap.
Berdasarkan survei awal dan wawancara pada keluarga pasien yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa  Provinsi Jambi pada tanggal 2 Mei 2011, dari 5 keluarga pasien didapatkan data bahwa 3 keluarga pasien mengetahui bagaimana cara menyikapi pasien skizoprenia. 2 dari 5 keluarga pasien belum mengetahui masalah yang terjadi terhadap pasien skizofrenia, karena keluarga jarang mengikuti atau mendapatkan proses keperawatan penderita untuk di rumah. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi 2011.

B.   Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.

C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011. 
2.    Tujuan Khusus
a.    Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi tahun 2011.
b.    Diketahuinya gambaran sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi tahun 2011.

D.   Manfaat Penelitian
1.    Bagi Rumah Sakit Jiwa
Diharapkan sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa Jambi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa serta memberikan informasi atau pengetahuan kepada keluarga dalam menangani pasien Skizofrenia.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
                     Diharapkan dapat menambah daftar bacaan yang akan dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian.
3.    Bagi Peneliti Selanjutnya
Memahami pengetahuan tentang skizofrenia Sebagai aplikasi dari teori yang selama ini diperoleh dari proses belajar mengajar selama masa perkuliahan bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan terhadap variabel lain yang belum di teliti dalam penelitian ini.

E.   Ruang lingkup penelitian
  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Desriptif kuantitaif dengan pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk melihat gambaran antara pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi jambi tahun 2011. Dengan jumlah populasi  sebanyak 1404 reponden dengan sampel sebanyak 93 responden. Dimana yang menjadi responden adalah keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa jambi pada bulan januari-maret 2011.  Dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan teknik acsidental sampling. Untuk  menganalisa data peneliti menggunakan analisa univariat. pengolahan datanya menggunakan komputerisasi. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 bertempat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Konsep dasar skizofrenia
1.    Defenisi
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, gerakan, dan prilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008).
Skizofrenia sebagai penyakit neurologist yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialny (Melinda H, 2008).
Skizofrenia mengambarkan suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang ditandai dengan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosial afek tumpul, dan alogia (Dongoes,2007).

2.    Etiologi
a.    Pertimbangan umum
1)    Penyebab pasti dari skizofrenia masih belum jelas. Konsumen umum saat ini adalah bahwa gangguan ini di sebabkan oleh interaksi yang kompleks antara berbagai faktor.
2)    Faktor-faktor yang telah dipelajari dan di implikasikan meliputi predisposisi genetika, abnormalitas perkembagan saraf, abnormalitas struktur otak, ketidakseimbangan neurokimia, dan proses psikososial dan lingkungan.
b.    Predisposisi genetika
1)    Meskipun genetika merupakan faktor risiko yang signifikan, belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Kemungkinan berbagai gen.
2)    Penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18, dan 22.  Resiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a.    Satu orang tua yang terkena : risiko 12% sampai 15%
b.    Kedua orang tua terkena penyakit ini : risiko 35% sampai 39%
c.    Saudara sekandung yang terkena : risiko 8% sampai 10%
d.    Kembar dizigotik yang terkena : risiko 15%
e.    Kembar monozigotik yang terkena : risiko 50%
c.    Abnormalitas perkembangan saraf
1.    Penelitian menunjukan bahwa malformasi  janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia
2.    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf dan diidentifikasi sebagai resiko yang terus bartambah meliputi:
a)    Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua
b)    Individu yang mengalami trauma atau cidera pada waktu dilahirkan
c)    Penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa kanak-kanak awal
d.    Abnormalitas struktur otak. Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tehnik pencitraan otak ( CT, MRI,dan PET ) telah menunjukan adanya abnormalitas pada struktur otak yang meliputi :
1.    Pembesaran  ventrikel
2.    Penurunan aliran darah kotikal, terutama di korteks prefrontal
3.    Penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu
4.    Atrofi serebri
e.    Ketidakseimbangan neurokimia
1.    Dulu penelitian berfokus pada hipotesis dopamin, yang menyatakan bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan di bagian kortikal otak, berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia
2.    Penelitian terbaru menunjukan pentingnya neurotransmiter lain, termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat , dan GABA
3.    Homeotastis, atau hubungan antarneurotransmiter, mungkin penting dibanding jumlah relatif neurotransmiter tertentu
4.    Tempat reseptor untuk neurotransmitter tertentu juga penting . Perubahan jumlah dan jenis reseptor dapat mempengaruhi tingkat neurotransmitter. Obat psikotropik dapat mempengaruhi tempat ressptor  neurotransmiter dan juga neurotransmitter itu sendiri (Isaacs, 2002).

3.    Tanda dan gejala
a.    Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu  menginterprestasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Klien skizofrenia  mungkin mendengar suara-suara atau  melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu  klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat  berbahaya, seperti bunuh diri (Yosep, 2009).
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang (Yosep, 2009).
Kegagalan berpikir  mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami  hubungan antara kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia  tidak  mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya (Yosep, 2009).
Semua itu membuat penderita skizofrenia  tidak bisa memahami siapa dirinya. Dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya (Yosep, 2009).
b.    Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan  energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar, Klien skizofrenia tidak  memiliki  emosi apapun. Tapi ini  tidak  berarti  bahwa pasien skizofrenia tidak bisa  merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin  bisa menerima pembaruan dan  pengertian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka (Yosep, 2009).
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memilki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Disamping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi adil dalam depresi (Yosep, 2009)
Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizopfrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupum tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizoffrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi (Yosep, 2009).

4.    Perjalanan Penyakit skizofrenia
a)    Subkronik. Saat awal mulanya ganggguan, ketika pasien pertama menunjukan  tanda gangguannya (termasuk fase prodromal, aktif, dan residual )sedikit banyak terus- menerus dan kurang dari 2 tahun  tetapi sedikitnya 2 bulan
b)    Kronik.  Sama seperti diatas, tetapi  lebih dari 2 tahun
c)    Subkronik  dengan eksaserbasi akut. Kambuhnya kembali gejala psikotik yang  menonjol pada pasien dengan  perjalanan penyakitnya yang subkronik yang sudah berada dalam fase residual
d)     Kronik dengan  eksaserbasi akut. Kambuhnya  kembali  gejala psikotik yang menonjol pada pasien  dengan perjalanan penyakit yang kronik yang sudah berada dalam fase residual
e)    Dalam remisi .Bila seorang pasien dengan riwayat skizofrenia menjadi bebas dari segala gejala gangguannya (dengan  atau tanpa medikasi ).” dalam remisi ” harus dicatat  demikian. Membedakan skizofrenia dalam remisi dan tidak adanya gangguan jiwa membutuhkan pertimbangan dari semua taraf berfungsinya orang itu. Jarak waktu sejak episode terakhir gangguan itu, lamanya terjadinya  gangguan itu, dan kemungkinan diberikannya pengobatan profilatik (harold l, 1998).
                                
5.   Jenis Skizofrenia
a.    Skizofrenia Paranoid
1.    Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau  halusinasi pendengaran
2.    Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif.
3.    Perilaku  kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik disbanding jenis-jenis  yang lain.
b.    Skizofrenia hebefrenik (Disorganized schizophrenia)
1.    Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta efek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi  juga banyak terjadi
2.     Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukan perilaku  menarik diri secara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri.
3.     Awitan biasanya terjadi  sebelum usia  25 tahun dan dapat bersifat kronis.
4.    Perilaku regresif, dengan interaksi  social ddan kontak  dengan realitas yang buruk.
c.    Skizofrenia katatonik
1.    Ciri-ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau  justru aktivitas yang  berlebihan
2.    Stupor katatonik. Individu dapat menunjukan ketidak aktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan ( postur abnormal )
3.    Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia.
d.    Skizofrenia yang tidak digolongkan
1.    Ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau
2.    Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain  tidak terpenuhi.
e.    Skizofrenia residu
1.    Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di  masa lalu.
2.    Dapat terjadi gejala-gejala negatif, seperti isolasi yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran (isaacs, 2002).

6.  Penatalaksanaan
a.    Pertimbangan umum
1.    kontinuiitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien dapat   menerima pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit jiwa akut, rumah sakit jiwa jangka panjang, dan program berbasis komunitas.
2.    Tingkat perawatan tergantung keparahan gejala dan ketersediaan dukungan dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini biasanya diberikan dilingkungan dengan sifat restriktif yang paling minimal.
3.    Pendekatan manajemen kasus merupakan hal yang penting karena perawatan klien pada umumnya berjangka panjang. Membutuhkan kerja sama dengan berbagai penyedia layanan untuk memastikan pelayanan tersebut diberikan secara terkoordinasi.
b.    Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek digunakan untuk    menatalaksanaan gejala-gejala akut dan memberikan lingkungan yang aman dan terstruktur serta berbagai pengobatan, termasuk:
1.    Pengobatan farmakologik dengan medikasi antispikotik (diagram    obat 7-1)
2.    Manajemen lingkungan
3.    terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada realitas   dengan pendekatan perilaku kognitif.
4.    psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya.
5.    Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan kontinuitas asuhan.
c.    Hospitalisasi psikiatri jangka panjang
1.    Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala persisten yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.
2.    Tujuan adalah menstabilkan dan memindahkan klien secepat   mungkin kelingkungan yang kurang restriktif.
d.    Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan berikut ini kepada klien dan keluarganya:
1.    Perumahan bantuan Meliputi rumah transisi.
2.    Program draytreatment memberikan terapi kelompok, pelatihan   keterampilan sosial, penatalaksanaan pengobatan, dan sosialisasi dan rekreasi.
3.    Terapi pendukung melibatkan seseorang manajer kasus dan sejumlah ahli terapi untuk klien dan keluarganya.
4.    Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan kelompok-kelompok masyarakat.
5.    Outreach services diadakan untuk menemukan kasus dan memberikan program pengobatan preventif bagi individu dan keluarga yang mengalami peningkatan resiko.
e.    Rehabilitasi psikososial
1.    Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan dan dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja dengan baik dikomunitas.
2.    Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program pengobatan  tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung pertemuan tempat klien dapat berkumpul untuk bekerja bersama dan bersosialisai sambil mempelajari keterampilan yang diperlukan, dapat menjadi bagian dari layanan masyarakat diberbagai tempat.

B.  Konsep Dasar Keluarga
1.    Pengertian
Menurut UU No.10,1992, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004:1).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004:1).



2.    Tipe keluarga :
a)    Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri ayah, ibu, dan anak yang di peroleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b)    Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi) (Suprajitno, 2004).

3.    Struktur keluarga  
Struktur keluarga dapat mengambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. parad dan caplan (1965) yang di adopsi oleh friedman mengatakan ada empat elemen struktur keluarga, yaitu:
a.    Struktur peran keluarga, mengambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.
b.    Nilai atau norma keluarga, mengambarkan nilai atau norma yang di pelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
c.    Pola komunuikasi keluarga, mengambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.
d.    Struktur kekuatan keluarga, mengambarkan kekuatan kemampuan anggota keluarga untuk memengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
Berdasarkan kemampuan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya, dan aktualisasi keluarga di masyarakat, serta memperhatikan perkembangan Negara Indonesia menuju Negara industri, Indonesia menginginkan terwujudnya keluarga sejahtera. Di indonesia keluarga dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu:
1)    Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan, atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu lebih indicator keluarga sejahtera Tahap 1.
2)    Keluarga sejahtera tahap 1 (KS 1) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan social pskologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan linkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3)    Keluarga sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4)    Keluarga sejahtera tahap III (KS III)  adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikoslogis, dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaaan, kesenian, olahraga, pendidikan,dan lain sebagainya.
5)    Keluarga sejahtera tahap III (KS III plus) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan, serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
4.    Fungsi Kelurga  
Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
a.    Fungsi efektif (the effective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b.    Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement funcition) adlah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c.    Fungsi reproduksi (the reproductive funcition) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d.    Fungsi ekonomi (the economic funcition), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.    Fungsi perawat atau pemeliharaan kesehatan (the healt care funcition), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini di kembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
Namun dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialis, fungsi keluarga dikembangkan menjadi:
1)    Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.
2)    Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat di lihat dan di kategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di sekitarnya.
3)    Fungsi pendidikan, yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan dewasanya.
4)    Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
5)    Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.
6)    Fungsi relijius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan mengamalkan ajaran keagamaan.
7)    Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
8)    Fungsi reproduksi, bukan hanya mengembangkan keturunan, tetapi juga merupakan tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh), diantaranya: sek sehat dan berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lain.
9)    Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah (Suprajitno, 2004).
Indonesia membagi fungsi menjadi delapan dengan bentuk operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga,yaitu:
a.    Fungsi Keagamaan
1.    Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga .
2.    Menerjemahkan ajaran/norma agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga.
3.    Memberikan contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama.
4.    Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan di masyarakat.
5.    Membina rasa, sikap, dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
b.    Fungsi Budaya
1.    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.
2.    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.
3.    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negative globalisasi dunia.
4.    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik (positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantamgan globalisasi.
5.    Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya masyarakat/bangsa untuk menunjang terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera.
c.    Fungsi Cinta Kasih
1.    Menumbuh-kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antara anggota keluarga (suami-istri-anak) ke dalam symbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan terus menerus.
2.    Membina tingkah laku saling menyayangi baik antara anggota keluarga maupun antara keluarga yang satu dengan yang lainnya secara kuantitatif.
3.    Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
4.    Membina rasa, sikap, dan praktik kehidupan keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
d.    Fungsi Perlindungan
1.    Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
2.    Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
3.    Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
e.    Fungsi Reproduksi
1.    Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
2.    Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
3.    Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dari jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.
4.    Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
f.     Fungsi Sosialisasi
1.    Menyadari, merencanakan, dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendididikan dan sosialisasi anak yang pertama dan utama.
2.    Menyadari, merencanakan, dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
3.    Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak/kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
4.    Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
g.    Fungsi Ekonomi
1.    Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.
2.    Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
3.    Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras, dan seimbang.
4.    Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.
h.    Fungsi Pelestarian Lingkungan
1.    membina kesadaran, sikap, dan prakti pelestarian lingkungan intern keluarga.
2.    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan ekstern keluarga.
3.    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.
4.    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (Suprajitno, 2004).

5.    Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
`           Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
a)    Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan arena kesehatan la kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang di alami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota secara tidak lansung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b)    Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepa agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
c)    Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan pertolongan pertama.
d)    Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
e)    Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga (Suprajitno, 2004).

C.  Pengetahuan
1.    Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan melalui panca indera manusia melalui : penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.    Proses adopsi perilaku
            Roger (1974) dalam Notoatmodjo (1997), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a.    Awareness, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
b.    Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.    Evaluation, yakni menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, berarti sikap responden sudah lebih baik.
d.    Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e.    Adoption, yakni subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran  dan sikapnya terhadap stimulus.

3.    Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) antara lain:
a.    Tahu (Know)
Adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkatan pengetahuan ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b.    Memahami (Comprehension)
Adalah merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.


c.    Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
d.    Analisis (Analysis)
Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau sesuatu objek ke dalam komponen – komponen, tapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain.
e.    Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f.     Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa hal – hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tahap perkembangan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif seseorang dibentuk dari cara berpikir seseorang dan selalu berhubungan dengan tahap perkembangan individu. Latar belakang pendidikan seseorang akan menentukan caranya mengerti masalah yang dihadapi.

4.    Cara memperoleh pengetahuan
                  Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo ,2003:11 adalah sebagai berikut :
a.    Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1.    Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain tidak sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2.    Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pegetahuan cara ini dapat berubah pemimpin-pimpinan masyarakat baik formal ataupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah,dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang memppunyain otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
3.    Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
b.    Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodelogi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh francis bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.  Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

5.    Cara mengukur pengetahuan
            Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari sabjek penelitian atau responden dapat dilihat dari hasil penngisian kuesioner tentang apa yang maksud dengan segala sesuatu mengenai skizofrenia meliputi defenisi, tanda dan gejala, gejala umum skizofrenia, jenis skizofrenia, etiologinya (Notoatmodjo, 2007).
            Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a.    Baik : Hasil presentase 76% - 100%
b.    Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
c.    Kurang : Hasil presentase > 56%

D. Sikap
1.    Pengertian
            Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
a.    Komponen pokok sikap
Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai komponen pokok :
1)    Kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu objek.
2)    Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3)    Kecendrungan untuk bertindak
b.    Berbagai tingkatan sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan :
1)    Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan sabjek yang diberikan objek.
2)   Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditannya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3)   Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk megerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4)   Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatau yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c.    Praktek atau tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung antara lain adalah fasilitas dan support (dukungan). Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :
1)    Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2)    Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3)    Mekanisme (Mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan cara yang benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4)    Adopsi (adoption)
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

2.   Cara membentuk sikap
Proses-proses yang dapat membentuk sikap adalah afektif dan perilaku. Proses afektif dikemukakan oleh Zanna, Kiesler, dan Pilkonis (1970) dapat membentuk sikap pada individu. Sedangkan Bem (1972) mengemukakan bahwa perilaku sebelumnya dapat mempengaruhi sikap. Pendapat Bem ini lebih cenderung dikenal dengan self perception, yaitu individu cenderung akan menunjukkan sikap sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Menurut pandangan Bem dalam self perception theory orang bersikap positif atau negatif terhadap suatu obyek sikap dibentuk melalui pengamatan pada perilaku dia sendiri.

3.   Cara pengukuran sikap   
Secara umum sikap dapat di ukur dengan menggunakan skala Likert. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya. Bentuk pernyataan sikap antara lain sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Hidayat, 2008).

Tabel 2.1
Skala Likert
Pernyataan Positif                   Nilai        Pernyataan negatif                        Nilai
Sangat setuju         : SS           4             Sangat  setuju        : SS                 1
Setuju                     : S             3              Setuju                     : S                   2
Tidak setuju            : TS           2             Tidak setuju            : TS                 3
Sangat tidak setuju : STS        1             Sangat tidak setuju : STS               4


E.   Kerangka Teori
  Menurut teori Lawrence Green bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, motivasi, kepercayaan, nilai-nilai), faktor pendukung (tersedianya sarana kesehatan), faktor pendorong (keluarga ,teman, pengalaman, petugas kesehatan). Adapun kerangka teoritisnya sebagai berikut.

Bagan : 2.1
Kerangka Teori

Faktor Predisposisi :
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
Kepercayaan
Nilai – Nilai

 
 


                                    6                                             


 
                                                                       

                                                                                                           
Faktor Pendukung :
sarana kesehatan akses
sarana kesehatan prioritas perilaku masyarakat
 
Perilaku Kesehatan
 
                                                                                                                                                                       
                                                                                           

 









Sumber : Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003).

F.  Kerangka Konsep
            Bardasarkan kerangka teori yang dikemukakan oleh Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), diketahui bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Dalam penelitian gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pada pasien skizofrenia yang dimaksudkan sebagai perilaku kesehatan  adalah pengetahuan dan sikap termasuk dalam faktor predisposisi dan keluarga termasuk dalam faktor pendorong. Adapun faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan keluarga pada pasien skizofrenia di Ruang Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi  Jambi.   

Bagan  2.2
Kerangka Konsep

Baik
 

Pengetahuan
 
                                                                                                                               













Kurang Baik
 





Positif
 



Negatif
 

 








G.  Landasan Teori
Bardasarkan kerangka teori yang dikemukakan oleh Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), diketahui bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Dalam penelitian gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pada pasien skizofrenia yang dimaksudkan sebagai perilaku kesehatan  adalah pengetahuan dan sikap termasuk dalam faktor predisposisi dan keluarga termasuk dalam faktor pendorong. Adapun faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap keluarga pasien tentang skizofrenia di Ruang Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
Sedangkan faktor yang tidak di teliti yaitu faktor pendukung (sarana kesehatan akses sarana kesehatan prioritas perilaku masyarakat) dikarenakan faktor tersebut tidak dapat dilihat secara langsung dan karena keterbatasan waktu, dana dan tempat maka penulis hanya meneliti faktor presdisposisi dan faktor pendorong.















BAB III
METODE PENELITIAN

A.   Jenis dan rancangan penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk melihat gambaran atau rancangan penelitian tentang suatu keadaan secara objektif  Dengan rancangan yang digunakan yaitu cross-ceksional. Desain ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari gambaran pengetahuan dan sikap keluarga  pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011 (notoadmodjo, 2005).

B.   Subjek penelitian
1.    Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Kota Jambi yang dilaksanakan dari bulan Oktober  2011.
2.    Batasan Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien yang datang berobat  di unit rawat jalan rumah sakit jiwa Provinsi Jambi tahun 2011 jumlah populasi pada bulan Januari - maret tahun 2011 berjumlah 1404 klien.
3.    Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien yang datang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011, untuk mengetahui besar sampel digunakan rumus metode penelitian dalam Notoatmodjo, 2005 sebagai berikut:
n =    _____N_____
             1 + N (d)²


Keterangan :
n =  jumlah sampel
N =  jumlah populasi dalam penelitian = 1404
d  = Tingkat kepercayaan 0,1
Berdasarkan angka-angka diatas, maka jumlah sampel minimal
adalah :
n    =    _____N______
   1+ N (d)²
      =    ___1404______
             1 + 1404 (0,1)²
      =    93 Responden

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus metode penelitian dalam Notoatmodjo, 2005 jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 93 responden.
4.    Cara pengambilan sample
Penelitian ini menggunakan pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu mengambil responden yang kebetulan ada pada saat itu. yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau dari sudut kemudahan tempat pengambilan sampel yang akan diambil. Pengambilan sampel dilakukan dalam waktu 2 minggu. Adapun pengumpulan kuesioner dibantu oleh 2 orang enumerator yang mempunyai tujuan dan latar belakang pendidikan D III keperawatan. Peneliti mengambil sampel pada saat bertemu responden yang datang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.

C.   Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian tentang gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.

D.   Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi operasional

No
Variabel

Defenisi operasional
Cara ukur
Alat ukur
Skala    ukur
Hasil ukur
1
Pengetahuan
Segala sesuatu mengenai skizofrenia meliputi defenisi, tanda dan gejala, gejala umum skizofrenia, jenis skizofrenia, etiologi.
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
0. kurang baik  < dari 76%
1.  baik bila ≥  dari 76%.
 (Arikunto,2006) dalam Wawan. A (2010)

2
Sikap 
Segala tindakan dan Sikap keluarga terhadap pasien
skizofrenia
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
0. negative bila cut of poin < median
1. positif bila cut of poin ≥ median



E.   Instrumen Penelitian
Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan kuesioner. Selain itu juga melakukan observasi menggunakan metode wawancara. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011. Kuesioner untuk pengetahuan, terdapat 10 pertanyaan dengan   76% dan diberi nilai 1  dan pengetahuan kurang baik jika pertanyaan 10 dijawab dengan  < 76% dan diberi nilai 0. Pada kuisioner sikap dengan pertanyaan Favorable dengan skor : SS (4), S (3), TS (2), STS (1) dan pertanyaan Unfavorable  4 dengan skor dibalik : SS (1), S (2), TS (3), STS (4). Dan wawancara adalah sebuah Tanya jawab yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara.

F.    Pengolahan Data
Pengolahan data digunakan dan menurut Hidayat (2009:107). Pengolahan data tersebut terdapat 4 langkah yang harus dilakukan, diantaranya:
1.    Editing
Editing yaitu pemeriksaan data, apakah telah sesuai atau tidak dengan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam editing yaitu:
a.    Memeriksa kelengkapan data yaitu memeriksa semua kelengkapan jawaban semua pertanyaan yang diajukan.
b.    Memeriksa keseimbangan data yaitu memeriksa data yang satu dengan  yang lain
c.    Memeriksa semua pertanyaan yang digunakan.
2.    Coding
Conding yaitu memberikan kode-kode tertentu untuk setiap data yang ada.
3.   Scoring
Scoring dilakukan dengan menggunakan skor (nilai) pada setiap pertanyaan dari masing variabel, 1 pertanyaan yang benar diberi nilai 1 (10%), dan bila pertanyaan di jawab salah diberi nilai 0, sedangkan pada sikap pertanyaan positif diberi nilai 4,3,2,1 dan pada pertanyaan negative diberi nilai 1,2,3,4.
4.   Entry Data
Entry Data yang telah diperiksa dan diberi kode kemudian dimasukan kedalam proggram komputerisasi.
5.   Cleaning
Cleaning Dilakukan untuk memastikan keseluruhan data yang telah dimasukan tidak terdapat kesalahan dalam memasukan data sehingga data siap dianalisis.

G.   Pengumpulan Data
1.    Data Primer
      Data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner yang di lakukan responden secara langsung dengan di bantu 2 orang enumerator.
2.    Data Sekunder
      Data yang di peroleh dari pencatatan yang di peroleh dari unit rawat jalan rumah sakit sakit jiwa Kota jambi Tahun 2010.

H.   Analisa Data
Pada analisa univariat setiap variabel dari hasil penelitian akan di hasilkan dalam bentuk distribusi frekuensi gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang skizofrenia yang berobat diunit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi.
1.    Pengetahuan
Untuk mengetahui nilai Pengetahuan peneliti memberi nilai 1 sama dengan baik responden dapat menjawab pertanyaan yang di berikan cut of poin 76% dimana bobot nilai yang diberikan untuk 1 pertanyaan bernilai 10% dari 10 pertanyaan dan sebaliknya peneliti memberi nilai 0 sama dengan kurang baik bila responden hanya dapat menjawab pertanyaan cut of poin < 76% dari 10 pertanyaan yang diberikan.
2.    Sikap
      Skor Pertanyaan Sikap Positif ( + ).
      a. SS (Sangat Setuju)                         = 4
      b. S (Setuju)                                          = 3
      c. TS (Tidak Setuju)                             = 2
      d. STS (Sangat Tidak Setuju             = 1
      Skor Pertanyaan Sikap Negatif ( - ).
      a. SS (Sangat Setuju)                        = 1
      b. S (Setuju)                                          = 2
      c. TS (Tidak Setuju)                             = 3
      d. STS (Sangat tidak Setuju)`            = 4
Skor positif bila pertanyaan 1-5 cut of point ≥ Median
Skor negative bila pertanyaan 6-10 cut of point < Median

I.      Jalannya Penelitian
               Penelitian ini dilakukan dengan survey awal pada saat pengambilan data dari Rumah Sakit Jiwa provinsi Jambi. Pengambilan data ini dimulai sejak bulan mei 2011. Setelah judul ditentukan, peneliti mulai melakukan pembuatan proposal Bab demi Bab, dengan tingkat kesulitan tersendiri dan dibantu oleh pembimbing 1 dan pembimbing 2 dalam penyusunannya, dan diperkirakan akan dilaksanakan penelitian pada bulan Oktober tahun 2011 setelah dilaksanakan ujian proposal.




BAB IV
HASIL PENELITIAN

                                                                                  
A.   Gambaran Umum Lokasi Penelitian
 Berdasarkan Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi terletak di Desa Kenali Besar Kecamatan Kota Baru ± 9,5 KM barat dari pusat kota. Luas bangunan 3.366 M² dengan kapasitas tempat tidur 60 tempat tidur.
Sejak otonomi daerah, berdasarkan peraturan daerah N0 14/Th 2002 tentang organisasi dan tata kerja rumah sakit jiwa daerah, perubahan nama dari Rumah Sakit Pusat Jambi menjadi Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Jambi.
Rumah sakit jiwa provinsi jambi merupakan salah satu unit kerja provinsi jambi yang di bentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 14 tahun 2002 Tentang Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi mempunyai wewenang menyelenggarakn tugas umum pemerintah dibidang Provinsi Jambi. Dibangun diatas tanah seluas ± 10 Ha dan yang telah ada bangunannya seluas 3.366m.
 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi mempunyai tugas menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi di bidang Kesehatan jiwa yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan melaksanakan peningkatan upaya rujukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipergunakan sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga dibidang kesehatan jiwa.



B.   Karakteristik Responden

Tabel. 4.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Unit Rawat Jalan RumahSakit Jiwa
Provinsi Jambi Tahun 2011

No
Pendidikan
n
(%)
1
Pendidikan rendah (SD, SMP)
63
67,7
2
Pendidikan sedang (SMA)
9
9,7
3
Pendidikan tinggi (D3 dan S1)
21
22,6
Jumlah
93
100
                             
Berdasarkan Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar 63 (67,7%) adalah pendidikan rendah.

Tabel. 4.2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi Tahun 2011

No
Umur
n
(%)
1
Dewasa muda (20 tahun)
6
6,5
2
Dewasa tua (21-59 tahun)
84
90,3
3
Lansia (60 tahun)
3
3,2
Jumlah
93
100

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan umur, diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar 84 (90,3%) rentang umur responden yaitu dewasa tua.









Tabel. 4.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi Tahun 2011

No
Pekerjaan
n
%
1
Wiraswasta
54
58,1
2
Pelajar
15
16,1
3
IRT
20
21,5
4
Pegawai
4
4,3
Jumlah
93
100

Berdasarkan tabel 4.3 karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar 54 (58,1%) pekerjaan responden adalah swasta.


C.   Hasil Penelitian
1.    Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia.
a.    Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi responden menurut pengetahuan keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:








Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Tentang Pengetahuan keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi tahun 2011.
                                                                          
No
Pengetahuan
n
(%)
1
Kurang baik
56
60,2
2
Baik
37
39.8
Jumlah
93
100

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas diketahui bahwa dari  93 responden sebagian besar yang mempunyai pengetahuan  kurang baik tentang skizofrenia yaitu sebanyak 56 responden (60,2%).  

b.    Sikap
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi responden yang mempunyai sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Tentang Sikap Keluarga Pasien Skizofrenia Yang Berobat Di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi
Tahun 2011

No
Sikap
n
(%)
1
Negatif
50
53,8
2
Positif
43
46,2
Jumlah
93
100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui bahwa dari  93 responden sebagian besar memiliki sikap negatif tentang skizofrenia yaitu 50 responden (53,8%).

BAB V
PEMBAHASAN

            Dalam  bab pembahasan ini, peneliti akan menyajikan beberapa pembahasan terhadap hasil penelitian yang terdiri dari analisis univariat  tentang Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Pasien Tentang Skizofrenia Yang Berobat Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.

A.   Pembahasan
1.    Pengetahuan Responden
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar yang mempunyai pengetahuan  kurang baik tentang skizofrenia yaitu sebanyak 56 responden (60,2%).  Hal ini dikarenakan pendidikan responden yang rendah yaitu kebanyakan keluarga berpendidikan SD, sehingga keluarga kurang memahami tentang skizofrenia.
            Pada penelitian di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi juga terlihat distribusi karakteristik responden dimana responden yang diambil adalah keluarga yang berpendidikan rendah (SD dan SLTP). Hal ini berpengaruh pada faktor internal dimana pendidikan rendah dapat mempengaruhi pengetahuan keluarga.
            Selain itu pengaruh dari faktor eksternal yaitu diketahui bahwa pengetahuan keluarga tentang skizofrenia sebagian besar adalah kurang baik. hal ini dikarenakan kurangnya informasi dan pemahaman keluarga tentang skizofrenia.
43
 
Hal ini terlihat dari beberapa kuesioner tentang pengetahuan kurang baik terhadap keluarga pasien tenyang skizofrenia. Dari jawaban responden yang menjawab kurang baik diantaranya responden yang menjawab tentang apa penyebab pasien menderita skizofrenia adalah penyakit kutukan dari tuhan yaitu sebanyak 68 (73,1%). Seharusnya keluarga menyadari bahwa penyebab timbulnya penyakit skizofrenia disebabkan oleh faktor genetika.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori lyus,y (2009: 260), menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh yang besar terhadap penyakit skizofrenia makin rendah pengetahuan penderita tentang skizofrenia untuk individu, keluarga, dan masyarakat . makin besar pula gejala timbulnya pada pasien. Sebaliknya pengetahuan yang baik tentang skizofrenia akan membantu masyarakat dalam mengatasinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tri wahyuningsi (2007, yang menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kekambuhan gangguan jiwa (skizofrenia) adalah karena ketidak tahuan keluarga tentang cara merawat pasien dirumah.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan responden tentang penyakit skizofrenia sebagian besar adalah kurang baik, hal ini dikarenakan adanya responden yang kurang memahami tentang pengertian skizofrenia, tanda dan gejala skizofrenia dan jenis skizofrenia ini terbukti dari 93 responden hampir sebagian besar responden yaitu 56 respendon kurang memahami tentang penyakit skizifrenia.
Untuk hal tersebut maka peneliti mengupayakan dengan cara memberikan penyuluhan tentang penyakit skizofrenia, sikap positif dari petugas kesehatan juga dapat meningkatkan pelayanan yang baik sehingga keluarga mendapatkan informasi mengenai penyakit skizofrenia.
           


2.    Sikap Responden
            Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar memiliki sikap negatif tentang skizofrenia yaitu 50 responden (53,8%).
            Hal ini terlihat dari beberapa kuesioner dengan jawaban responden yang memiliki sikap negatif lebih banyak dari pada jumlah responden yang menjawab positif. Dari jawaban responden yang menjawab negatif sebagian besar responden tidak tahu bahwa pasien skizofrenia perlu diasingkan dalam proses penyembuhannya yaitu sebanyak 34 responden (36,6%).
            Sementara dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian responden mempunyai sikap yang negatif lebih banyak dari pada yang positif. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengetahuan. Semakin rendah pengetahuan responden maka semakin rendah sikap responden dalam menyelesaikan masalah kesehatan.
            Menurut Hasil penelitian Trii (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar (51,4%) sikap reponden kurang baik terhadap perawatan pasien skizofrenia oleh keluarga dirumah, dari hasil uji statistic juga menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perawatan pasien skizofrenia dirumah. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori notoatmodjo (2003) sikap adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, setiap orang mempunyai sikap yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama, perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui sikap.
            Allport dalam Notoatmojo (2003), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan yang penting.
Untuk hal tersebut maka peneliti mengupayakan dengan cara memberikan penyuluhan tentang penyakit skizofrenia, sikap positif dari petugas kesehatan juga dapat meningkatkan pelayanan yang baik sehingga keluarga mendapatkan informasi mengenai penyakit skizofrenia pada pasien.























BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN


A.   Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Responden yang mempunyai pengetahuan  kurang baik tentang skizofrenia yaitu sebanyak 56 responden (60,2%). Sedangkan jumlah responden yang mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 37 responden (39,8%).
2.    Responden yang mempunyai sikap negatif tentang penyakit skizofrenia yaitu sebanyak yaitu 50 responden (53,8%) dan yang mempunyai sikap positif sebanyak  43 responden (46,2%).

B.   Saran
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa
Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa Jambi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa serta memberikan informasi atau pengetahuan kepada keluarga dalam menangani pasien Skizofrenia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah daftar bacaan yang akan dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
47
 
Memahami pengetahuan tentang skizofrenia Sebagai aplikasi dari teori yang selama ini diperoleh dari proses belajar mengajar selama masa perkuliahan bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan terhadap variabel lain yang belum di teliti dalam penelitian ini.