BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan Jiwa menurut UU No 3 tahun 1996,
merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan
orang lain (Harold l.dkk, 1995).
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan
jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya (Yosep, 2009).
Skizofrenia, waham, dan kelainan-kelainan
yang berhubungan dengan psikosis (penyakit jiwa) terdiri dari suatu kelompok
sindrom klinis yang dinyatakan dengan kelainan dalam isi dan organisasi
pikiran, persepsi masukan sensori, ketegangan emosional, identitas, kemauan, perilaku
psikomotor, dan kemampuan untuk menetapkan hubungan interversonal yang
memuaskan (DSM-III-R, 1987) (Townsend,2002).
Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana
keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam
otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang
akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya.Gejala yang timbul
secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizopernia acute. Periode
skizoprenia akut gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi,
penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir (Iyus, Yosep .2009).
Gejala yang sering timbul pada skizofrenia
menyerang secara tiba-tiba. Perubahan
perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan
yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa
penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali
hidup secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa
mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus,
serangan dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizoprenia kronis. Klien
menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak
memiliki motivasi sama sekali dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaanya
sendiri (Iyus, Yosep.2009).
Menurut Bowen,(1978) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal
ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas,
dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan saling
mempengaruhi yang berkembang antara
orang tua dan anak.
Keluarga merupakan unit
paling dekat dengan penderita, dan merupakan ”perawat utama” bagi penderita.
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan
penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak
di teruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat
kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan
meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan
kambuh dapat di cegah. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa salah satu
faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya
peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita
penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak
tahu cara menanggani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti
perawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim
kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Ann K, dalam skripsi
Nurdiana, 2007)
Dengan peningkatan
jumlah kunjungan rawat jalan mengalami kenaikan sebesar 2,05% dari tahun
ketahun maka pihak dari rumah sakit jiwa provinsi pun telah melakukan berbagai
upaya dalam memecahkan permasalahan, misalnya dengan sumber daya manusia (SDM).
Telah mengikuti pelatihan secara instansi terkait yang diberikan oleh
pemerintah, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Departemen RI, jambi 2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa provinsi Jambi bahwa penderita gangguan skizoprenia pada tahun 2008 berjumlah 3.230 klien,
sedangkan pada tahun 2009 berjumlah 2.800 klien, dan
pada tahun 2010
berjumlah 5173 klien, Dengan kunjungan pasien
skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi
dari bulan Januari –
Maret 2011 sebanyak 1404 klien
.
Menurut Hasil penelitian Trii (2007) yang
menyatakan bahwa sebagian besar (51,4%) sikap reponden kurang baik terhadap
perawatan pasien skizofrenia oleh keluarga dirumah, dari hasil uji statistic
juga menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perawatan pasien
skizofrenia dirumah. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori notoatmodjo
(2003) sikap adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera,
setiap orang mempunyai sikap yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama,
perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui
sikap.
Berdasarkan survei awal dan
wawancara pada keluarga pasien yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi pada tanggal
2 Mei 2011, dari 5 keluarga pasien didapatkan data bahwa 3 keluarga pasien mengetahui bagaimana cara menyikapi
pasien skizoprenia. 2 dari 5
keluarga pasien belum mengetahui masalah yang terjadi terhadap pasien skizofrenia,
karena keluarga jarang mengikuti atau mendapatkan proses keperawatan penderita
untuk di rumah. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan
sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi 2011.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan
sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat Di Unit
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan
sikap keluarga pasien tentang Skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.
2.
Tujuan
Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga pasien
tentang Skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi tahun 2011.
b. Diketahuinya gambaran sikap keluarga pasien
tentang Skizofrenia yang
berobat di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi tahun 2011.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Bagi
Rumah Sakit Jiwa
Diharapkan
sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa Jambi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa serta
memberikan informasi atau pengetahuan kepada keluarga dalam menangani pasien
Skizofrenia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat
menambah daftar bacaan yang akan dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian.
3. Bagi
Peneliti Selanjutnya
Memahami
pengetahuan tentang skizofrenia Sebagai aplikasi dari teori yang selama ini
diperoleh dari proses belajar mengajar selama masa perkuliahan bagi peneliti
selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan terhadap variabel lain
yang belum di teliti dalam penelitian ini.
E.
Ruang
lingkup penelitian
Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian Desriptif kuantitaif dengan pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk melihat gambaran antara pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat
jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi jambi tahun 2011. Dengan jumlah populasi sebanyak 1404 reponden dengan sampel sebanyak
93 responden. Dimana yang menjadi responden adalah keluarga pasien tentang
skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa jambi pada bulan
januari-maret 2011. Dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan teknik acsidental sampling.
Untuk menganalisa data peneliti
menggunakan analisa univariat. pengolahan datanya menggunakan komputerisasi.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 bertempat di unit rawat jalan
rumah sakit jiwa provinsi jambi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
dasar skizofrenia
1.
Defenisi
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, gerakan, dan
prilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008).
Skizofrenia sebagai penyakit neurologist yang
mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialny
(Melinda H, 2008).
Skizofrenia mengambarkan
suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang ditandai dengan apatis, tidak
mempunyai hasrat, asosial afek tumpul, dan alogia (Dongoes,2007).
2.
Etiologi
a. Pertimbangan umum
1) Penyebab pasti dari skizofrenia masih belum jelas.
Konsumen umum saat ini adalah bahwa gangguan ini di sebabkan oleh interaksi
yang kompleks antara berbagai faktor.
2) Faktor-faktor yang telah dipelajari dan di implikasikan
meliputi predisposisi genetika, abnormalitas perkembagan saraf, abnormalitas
struktur otak, ketidakseimbangan neurokimia, dan proses psikososial dan lingkungan.
b. Predisposisi genetika
1) Meskipun genetika merupakan faktor risiko yang
signifikan, belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Kemungkinan
berbagai gen.
2) Penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18, dan
22. Resiko terjangkit skizofrenia bila
gangguan ini ada dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Satu orang tua yang terkena : risiko 12% sampai 15%
b. Kedua orang tua terkena penyakit ini : risiko 35% sampai
39%
c. Saudara sekandung yang terkena : risiko 8% sampai 10%
d. Kembar dizigotik yang terkena : risiko 15%
e. Kembar monozigotik yang terkena : risiko 50%
c. Abnormalitas perkembangan saraf
1. Penelitian menunjukan bahwa malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi
berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf
dan diidentifikasi sebagai resiko yang terus bartambah meliputi:
a) Individu
yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua
b) Individu
yang mengalami trauma atau cidera pada waktu dilahirkan
c) Penganiayaan
atau trauma di masa bayi atau masa kanak-kanak awal
d. Abnormalitas
struktur otak. Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tehnik
pencitraan otak ( CT, MRI,dan PET ) telah menunjukan adanya abnormalitas pada
struktur otak yang meliputi :
1. Pembesaran ventrikel
2. Penurunan aliran darah kotikal, terutama di korteks
prefrontal
3. Penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak
tertentu
4. Atrofi serebri
e. Ketidakseimbangan neurokimia
1. Dulu penelitian berfokus pada hipotesis dopamin, yang menyatakan bahwa aktivitas
dopamin yang berlebihan di bagian kortikal otak, berkaitan dengan gejala
positif dari skizofrenia
2. Penelitian terbaru menunjukan pentingnya neurotransmiter
lain, termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat , dan GABA
3. Homeotastis, atau hubungan antarneurotransmiter,
mungkin penting dibanding jumlah relatif neurotransmiter tertentu
4. Tempat
reseptor untuk neurotransmitter tertentu juga penting . Perubahan jumlah dan
jenis reseptor dapat mempengaruhi tingkat neurotransmitter. Obat psikotropik
dapat mempengaruhi tempat ressptor
neurotransmiter dan juga neurotransmitter itu sendiri (Isaacs, 2002).
3.
Tanda dan gejala
a. Gejala positif
Halusinasi
selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterprestasikan dan merespon pesan atau
rangsangan yang datang. Klien skizofrenia
mungkin mendengar suara-suara atau
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi
yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya.
Kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, memberi kedamaian, tapi kadang
suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri (Yosep, 2009).
Penyesatan
pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterprestasikan
sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita
skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau,
dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita
skizofrenia berubah menjadi paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati,
diintai, atau hendak diserang (Yosep, 2009).
Kegagalan
berpikir mengarah kepada masalah dimana
klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan
klien tidak mampu memahami hubungan
antara kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak
mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan
dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan
ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita
skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan
sekelilingnya (Yosep, 2009).
Semua
itu membuat penderita skizofrenia tidak
bisa memahami siapa dirinya. Dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga
tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya (Yosep,
2009).
b. Gejala negatif
Klien skizofrenia
kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat
klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memliki energi
yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan
makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar,
Klien skizofrenia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak
berarti bahwa pasien skizofrenia
tidak bisa merasakan perasaan apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pembaruan
dan pengertian orang lain, tetapi tidak
bisa mengekspresikan perasaan mereka (Yosep, 2009).
Depresi yang tidak
mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup
klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memilki perilaku yang menyimpang, tidak
bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta.
Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Disamping
itu, perubahan otak secara biologis juga memberi adil dalam depresi (Yosep, 2009)
Depresi yang
berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. mereka
selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofenia menyerang
manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi
pada usia 40 tahun ke atas. Skizopfrenia bisa menyerang siapa saja tanpa
mengenal jenis kelamin, ras, maupum tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan
penderita skizoffrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi (Yosep,
2009).
4.
Perjalanan Penyakit skizofrenia
a) Subkronik. Saat awal mulanya ganggguan, ketika pasien
pertama menunjukan tanda gangguannya
(termasuk fase prodromal, aktif, dan residual )sedikit banyak terus- menerus dan
kurang dari 2 tahun tetapi sedikitnya 2
bulan
b) Kronik. Sama
seperti diatas, tetapi lebih dari 2
tahun
c) Subkronik dengan
eksaserbasi akut. Kambuhnya kembali gejala psikotik yang menonjol pada pasien dengan perjalanan penyakitnya yang subkronik yang sudah
berada dalam fase residual
d) Kronik dengan eksaserbasi akut. Kambuhnya kembali
gejala psikotik yang menonjol pada pasien dengan perjalanan penyakit yang kronik yang
sudah berada dalam fase residual
e) Dalam remisi .Bila seorang pasien dengan riwayat skizofrenia
menjadi bebas dari segala gejala gangguannya (dengan atau tanpa medikasi ).” dalam remisi ” harus
dicatat demikian. Membedakan skizofrenia
dalam remisi dan tidak adanya gangguan jiwa membutuhkan pertimbangan dari semua
taraf berfungsinya orang itu. Jarak waktu sejak episode terakhir gangguan itu,
lamanya terjadinya gangguan itu, dan
kemungkinan diberikannya pengobatan profilatik (harold l, 1998).
5. Jenis
Skizofrenia
a. Skizofrenia Paranoid
1. Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran
2. Individu
ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif.
3. Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih
sedikit, dan prognosisnya lebih baik disbanding jenis-jenis yang lain.
b. Skizofrenia
hebefrenik (Disorganized schizophrenia)
1. Ciri-ciri
utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta efek yang datar atau
tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak
terjadi
2. Individu tersebut juga mempunyai sikap yang
aneh, menunjukan perilaku menarik diri
secara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri.
3. Awitan biasanya terjadi sebelum usia
25 tahun dan dapat bersifat kronis.
4. Perilaku
regresif, dengan interaksi social ddan
kontak dengan realitas yang buruk.
c. Skizofrenia
katatonik
1. Ciri-ciri
utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas
atau justru aktivitas yang berlebihan
2. Stupor
katatonik. Individu dapat menunjukan ketidak aktifan, negativisme, dan
kelenturan tubuh yang berlebihan ( postur abnormal )
3. Catatonic excitement melibatkan
agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia.
d. Skizofrenia
yang tidak digolongkan
1. Ciri-ciri
utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku
yang kacau
2. Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis
lain tidak terpenuhi.
e. Skizofrenia residu
1. Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat
ini, melainkan terjadi di masa lalu.
2. Dapat terjadi gejala-gejala negatif, seperti isolasi yang
nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran (isaacs, 2002).
6. Penatalaksanaan
a. Pertimbangan umum
1. kontinuiitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien
dapat menerima pengobatan diberbagai
tempat, termasuk rumah sakit jiwa akut, rumah sakit jiwa jangka panjang, dan
program berbasis komunitas.
2. Tingkat perawatan tergantung keparahan gejala dan
ketersediaan dukungan dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini biasanya
diberikan dilingkungan dengan sifat restriktif yang paling minimal.
3. Pendekatan manajemen kasus merupakan hal yang penting
karena perawatan klien pada umumnya berjangka panjang. Membutuhkan kerja sama
dengan berbagai penyedia layanan untuk memastikan pelayanan tersebut diberikan
secara terkoordinasi.
b. Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek digunakan untuk menatalaksanaan gejala-gejala akut dan memberikan
lingkungan yang aman dan terstruktur serta berbagai pengobatan, termasuk:
1. Pengobatan farmakologik dengan medikasi antispikotik (diagram obat
7-1)
2. Manajemen lingkungan
3. terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada
realitas dengan pendekatan perilaku
kognitif.
4. psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya.
5. Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan
kontinuitas asuhan.
c. Hospitalisasi psikiatri jangka panjang
1. Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan
gejala persisten yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.
2. Tujuan adalah menstabilkan dan memindahkan klien
secepat mungkin kelingkungan yang
kurang restriktif.
d. Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan berikut
ini kepada klien dan keluarganya:
1. Perumahan bantuan Meliputi rumah transisi.
2. Program draytreatment memberikan terapi kelompok,
pelatihan keterampilan sosial,
penatalaksanaan pengobatan, dan sosialisasi dan rekreasi.
3. Terapi pendukung melibatkan seseorang manajer kasus dan
sejumlah ahli terapi untuk klien dan keluarganya.
4. Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan
kelompok-kelompok masyarakat.
5. Outreach services diadakan untuk menemukan kasus dan
memberikan program pengobatan preventif bagi individu dan keluarga yang
mengalami peningkatan resiko.
e. Rehabilitasi psikososial
1. Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan
keterampilan dan dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja
dengan baik dikomunitas.
2. Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program
pengobatan tempat pemberian layanan.
Penggunaan gedung pertemuan tempat klien dapat berkumpul untuk bekerja bersama
dan bersosialisai sambil mempelajari keterampilan yang diperlukan, dapat
menjadi bagian dari layanan masyarakat diberbagai tempat.
B. Konsep Dasar Keluarga
1.
Pengertian
Menurut UU No.10,1992, Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004:1).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih
yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno,
2004:1).
2.
Tipe
keluarga :
a) Keluarga
inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri ayah, ibu, dan anak yang di
peroleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b) Keluarga
besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi) (Suprajitno,
2004).
3.
Struktur
keluarga
Struktur keluarga dapat mengambarkan
bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. parad
dan caplan (1965) yang di adopsi oleh friedman mengatakan ada empat elemen
struktur keluarga, yaitu:
a. Struktur
peran keluarga, mengambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam
keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan
informal.
b. Nilai
atau norma keluarga, mengambarkan nilai atau norma yang di pelajari dan
diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
c. Pola
komunuikasi keluarga, mengambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu
(orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain
(pada keluarga besar) dengan keluarga inti.
d. Struktur
kekuatan keluarga, mengambarkan kekuatan kemampuan anggota keluarga untuk
memengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan.
Berdasarkan kemampuan keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya,
dan aktualisasi keluarga di masyarakat, serta memperhatikan perkembangan Negara
Indonesia menuju Negara
industri, Indonesia
menginginkan terwujudnya keluarga sejahtera. Di indonesia keluarga
dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu:
1) Keluarga
prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan
kesehatan, atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu lebih indicator
keluarga sejahtera Tahap 1.
2) Keluarga
sejahtera tahap 1 (KS 1) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan social
pskologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan linkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3) Keluarga
sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial
psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4) Keluarga
sejahtera tahap III (KS III) adalah keluarga
yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial
psikoslogis, dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan
sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam
waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan,
juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan
atau yayasan sosial, keagamaaan, kesenian, olahraga, pendidikan,dan lain
sebagainya.
5) Keluarga
sejahtera tahap III (KS III plus) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun
pengembangan, serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan
berkelanjutan bagi masyarakat.
4.
Fungsi
Kelurga
Secara umum fungsi keluarga
adalah sebagai berikut :
a. Fungsi
efektif (the effective function)
adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b. Fungsi
sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization
and social placement funcition) adlah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi
reproduksi (the reproductive funcition)
adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi
ekonomi (the economic funcition),
yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi
perawat atau pemeliharaan kesehatan (the
healt care funcition), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini di
kembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
Namun dengan berubahnya pola hidup agraris
menjadi industrialis, fungsi keluarga dikembangkan menjadi:
1) Fungsi
ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu
menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.
2) Fungsi
mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat di lihat dan di
kategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di sekitarnya.
3) Fungsi
pendidikan, yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar
terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan dewasanya.
4) Fungsi
sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan mampu
menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
5) Fungsi
pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit
yang mungkin dialami keluarga.
6) Fungsi
relijius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan mengamalkan
ajaran keagamaan.
7) Fungsi
rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
8) Fungsi
reproduksi, bukan hanya mengembangkan keturunan, tetapi juga merupakan tempat
mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh), diantaranya: sek
sehat dan berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lain.
9) Fungsi
afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama pemenuhan kebutuhan
psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah (Suprajitno, 2004).
Indonesia membagi fungsi menjadi delapan
dengan bentuk operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga,yaitu:
a. Fungsi
Keagamaan
1. Membina
norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga .
2. Menerjemahkan
ajaran/norma agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota
keluarga.
3. Memberikan contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam
pengamalan dari ajaran agama.
4. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak
tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan di
masyarakat.
5. Membina rasa, sikap, dan praktik kehidupan keluarga
beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
b. Fungsi
Budaya
1. Membina
tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya
masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.
2. Membina
tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing
yang tidak sesuai.
3. Membina
tugas-tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya mencari pemecahan masalah dari
berbagai pengaruh negative globalisasi dunia.
4. Membina
tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang
baik (positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantamgan globalisasi.
5. Membina
budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya
masyarakat/bangsa untuk menunjang terwujudnya norma keluarga kecil bahagia
sejahtera.
c. Fungsi
Cinta Kasih
1. Menumbuh-kembangkan
potensi kasih sayang yang telah ada antara anggota keluarga (suami-istri-anak)
ke dalam symbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan terus menerus.
2. Membina
tingkah laku saling menyayangi baik antara anggota keluarga maupun antara
keluarga yang satu dengan yang lainnya secara kuantitatif.
3. Membina
praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara
serasi, selaras dan seimbang.
4. Membina
rasa, sikap, dan praktik kehidupan keluarga yang mampu memberikan dan menerima
kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
d. Fungsi
Perlindungan
1. Memenuhi
kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari
dalam maupun dari luar keluarga.
2. Membina
keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan
tantangan yang datang dari luar.
3. Membina
dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga
kecil bahagia sejahtera.
e. Fungsi
Reproduksi
1. Membina
kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota
keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
2. Memberikan
contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia,
pendewasaan fisik maupun mental.
3. Mengamalkan
kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan,
jarak antara dua anak dari jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.
4. Mengembangkan
kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil
bahagia sejahtera.
f. Fungsi
Sosialisasi
1. Menyadari, merencanakan, dan menciptakan lingkungan
keluarga sebagai wahana pendididikan dan sosialisasi anak yang pertama dan
utama.
2. Menyadari, merencanakan, dan menciptakan kehidupan
keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai
konflik dan permasalahan yang dijumpainya, baik di lingkungan sekolah maupun
masyarakat.
3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang
hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan
mental), yang tidak/kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi
dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi
juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
g. Fungsi
Ekonomi
1. Melakukan
kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka
menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.
2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah
dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras, dan
seimbang.
4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal
untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.
h. Fungsi
Pelestarian Lingkungan
1. membina kesadaran, sikap, dan prakti pelestarian
lingkungan intern keluarga.
2. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian
lingkungan ekstern keluarga.
3. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian
lingkungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan
lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.
4. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian
lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera (Suprajitno, 2004).
5.
Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
` Sesuai
dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan
kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala
sesuatu tidak akan berarti dan arena kesehatan la kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang di alami anggota keluarga. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota secara tidak lansung menjadi perhatian orang
tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga,
tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepa agar
masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tinggal
keluarga agar memperoleh bantuan.
c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika
demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan pertolongan
pertama.
d) Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga.
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya
bagi keluarga (Suprajitno, 2004).
C. Pengetahuan
1.
Pengertian
Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu. Pengindraan melalui panca indera manusia melalui : penglihatan,
pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2.
Proses
adopsi perilaku
Roger
(1974) dalam Notoatmodjo (1997), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a. Awareness,
yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
b. Interest,
yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation,
yakni menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya,
berarti sikap responden sudah lebih baik.
d. Trial,
yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption,
yakni subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
3.
Tingkat
pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) antara
lain:
a. Tahu
(Know)
Adalah mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkatan pengetahuan ini adalah
mengingat kembali (Recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami
(Comprehension)
Adalah merupakan suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi
(Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
d. Analisis
(Analysis)
Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi
atau sesuatu objek ke dalam komponen – komponen, tapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
(Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan
bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meringkas,
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Potter dan Perry (2005)
mengemukakan bahwa hal – hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tahap
perkembangan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan
kognitif seseorang dibentuk dari cara berpikir seseorang dan selalu berhubungan
dengan tahap perkembangan individu. Latar
belakang pendidikan seseorang akan menentukan caranya mengerti masalah yang
dihadapi.
4.
Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari
Notoatmodjo ,2003:11 adalah sebagai berikut :
a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai
orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba
salah ini dilakukan dengan menggunakan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain tidak sampai
masalah tersebut dapat dipecahkan.
2. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pegetahuan cara
ini dapat berubah pemimpin-pimpinan masyarakat baik formal ataupun informal,
ahli agama, pemegang pemerintah,dan berbagai prinsip orang lain yang menerima
mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang memppunyain otoritas, tanpa menguji
terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris
maupun penalaran sendiri.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun
dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi masa lalu.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodelogi penelitian. Cara ini
mula-mula dikembangkan oleh francis bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan
oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir
suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan
penelitian ilmiah.
5.
Cara mengukur pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari sabjek
penelitian atau responden dapat dilihat dari hasil penngisian kuesioner tentang
apa yang maksud dengan segala sesuatu mengenai
skizofrenia meliputi defenisi, tanda dan gejala, gejala umum skizofrenia, jenis
skizofrenia, etiologinya
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang diketahui
dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
c. Kurang : Hasil presentase > 56%
D.
Sikap
1.
Pengertian
Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
a. Komponen
pokok sikap
Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap mempunyai komponen pokok :
1) Kepercayaan,
ide, konsep terhadap suatu objek.
2) Kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecendrungan untuk bertindak
b. Berbagai tingkatan sikap
Sikap terdiri dari
berbagai tingkatan :
1) Menerima
(receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek)
mau dan memperhatikan sabjek yang diberikan objek.
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditannya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk megerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatau
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c. Praktek
atau tindakan
Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung antara lain adalah fasilitas dan support
(dukungan). Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :
1) Persepsi
(Perception)
Mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2) Respon
terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme
(Mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan cara yang benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan.
4) Adopsi
(adoption)
Suatu praktek atau
tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
2. Cara membentuk
sikap
Proses-proses yang dapat
membentuk sikap adalah afektif dan perilaku. Proses afektif dikemukakan oleh
Zanna, Kiesler, dan Pilkonis (1970) dapat membentuk sikap pada individu.
Sedangkan Bem (1972) mengemukakan bahwa perilaku sebelumnya dapat mempengaruhi
sikap. Pendapat Bem ini lebih cenderung dikenal dengan self perception, yaitu individu cenderung akan menunjukkan sikap
sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Menurut pandangan Bem
dalam self perception theory orang
bersikap positif atau negatif terhadap suatu obyek sikap dibentuk melalui pengamatan
pada perilaku dia sendiri.
3. Cara pengukuran sikap
Secara umum sikap dapat
di ukur dengan menggunakan skala Likert. Skala ini biasa digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang
ada di masyarakat atau yang dialaminya. Bentuk pernyataan sikap antara lain
sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Hidayat, 2008).
Tabel 2.1
Skala Likert
Pernyataan
Positif Nilai Pernyataan negatif Nilai
|
Sangat setuju : SS 4 Sangat setuju : SS 1
Setuju : S 3 Setuju : S 2
Tidak setuju : TS
2 Tidak setuju : TS 3
Sangat tidak setuju : STS 1 Sangat tidak setuju : STS 4
|
E.
Kerangka
Teori
Menurut teori Lawrence Green bahwa faktor
perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, motivasi, kepercayaan, nilai-nilai), faktor pendukung
(tersedianya sarana kesehatan), faktor pendorong (keluarga ,teman, pengalaman,
petugas kesehatan). Adapun kerangka
teoritisnya sebagai berikut.
Bagan
: 2.1
Kerangka
Teori
|
6
|
|
Sumber : Green (1980)
dalam Notoatmodjo (2003).
F. Kerangka Konsep
Bardasarkan kerangka teori yang
dikemukakan oleh Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), diketahui bahwa ada
tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Dalam penelitian gambaran
pengetahuan dan sikap keluarga pada pasien skizofrenia yang dimaksudkan sebagai
perilaku kesehatan adalah pengetahuan
dan sikap termasuk dalam faktor predisposisi dan keluarga termasuk dalam faktor
pendorong. Adapun faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengetahuan,
sikap dan keluarga pada pasien skizofrenia di Ruang Unit Rawat Jalan Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
Bagan 2.2
Kerangka Konsep
|
|
|
||||||
|
||||||
|
||||||
G. Landasan Teori
Bardasarkan
kerangka teori yang dikemukakan oleh Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), diketahui
bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Dalam penelitian
gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pada pasien skizofrenia yang
dimaksudkan sebagai perilaku kesehatan
adalah pengetahuan dan sikap termasuk dalam faktor predisposisi dan
keluarga termasuk dalam faktor pendorong. Adapun faktor yang diteliti dalam
penelitian ini adalah pengetahuan, sikap keluarga pasien tentang skizofrenia di
Ruang Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
Sedangkan
faktor yang tidak di teliti yaitu faktor pendukung (sarana kesehatan akses
sarana kesehatan prioritas perilaku masyarakat) dikarenakan faktor tersebut
tidak dapat dilihat secara langsung dan karena keterbatasan waktu, dana dan
tempat maka penulis hanya meneliti faktor presdisposisi dan faktor pendorong.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
dan rancangan penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk melihat gambaran atau rancangan penelitian tentang suatu keadaan
secara objektif Dengan rancangan yang
digunakan yaitu cross-ceksional.
Desain ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari gambaran
pengetahuan dan sikap keluarga pasien
tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jambi Tahun 2011 (notoadmodjo, 2005).
B.
Subjek
penelitian
1. Lokasi
dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit
Jiwa Kota Jambi yang dilaksanakan dari bulan Oktober
2011.
2. Batasan
Populasi
Populasi
penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien yang datang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa Provinsi Jambi tahun 2011
jumlah populasi pada bulan Januari
- maret tahun 2011 berjumlah 1404 klien.
3. Besar
Sampel
Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien yang datang berobat di Unit
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011,
untuk mengetahui besar sampel digunakan rumus metode
penelitian dalam Notoatmodjo, 2005 sebagai berikut:
n = _____N_____
1 + N (d)²
|
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi dalam penelitian = 1404
d = Tingkat kepercayaan 0,1
Berdasarkan
angka-angka diatas, maka jumlah sampel minimal
adalah
:
n =
_____N______
1+ N (d)²
=
___1404______
1 + 1404
(0,1)²
=
93 Responden
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan rumus metode penelitian dalam Notoatmodjo, 2005 jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 93 responden.
4. Cara
pengambilan sample
Penelitian
ini menggunakan pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu mengambil
responden yang kebetulan ada pada saat itu. yaitu pengambilan sampel yang
dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau dari sudut kemudahan tempat
pengambilan sampel yang akan diambil. Pengambilan sampel dilakukan dalam waktu
2 minggu. Adapun pengumpulan kuesioner dibantu oleh 2 orang enumerator yang mempunyai tujuan dan
latar belakang pendidikan D III keperawatan. Peneliti mengambil sampel pada
saat bertemu responden yang datang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi Tahun 2011.
C.
Identifikasi
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian
tentang gambaran pengetahuan dan sikap keluarga pasien tentang skizofrenia yang
berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.
D.
Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi operasional
No
|
Variabel
|
Defenisi
operasional
|
Cara
ukur
|
Alat
ukur
|
Skala ukur
|
Hasil
ukur
|
1
|
Pengetahuan
|
Segala
sesuatu mengenai skizofrenia meliputi defenisi, tanda dan gejala, gejala umum
skizofrenia, jenis skizofrenia, etiologi.
|
Wawancara
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
0.
kurang baik < dari 76%
1.
baik bila ≥ dari 76%.
(Arikunto,2006) dalam Wawan. A (2010)
|
2
|
Sikap
|
Segala tindakan dan Sikap keluarga terhadap pasien
skizofrenia
|
Wawancara
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
0.
negative bila cut of poin < median
1.
positif bila cut of poin ≥ median
|
E.
Instrumen
Penelitian
Pengumpulan data di
lakukan dengan menggunakan kuesioner. Selain itu juga melakukan observasi
menggunakan metode wawancara. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap
keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011. Kuesioner untuk pengetahuan, terdapat 10
pertanyaan dengan ≥ 76% dan diberi nilai 1 dan pengetahuan kurang baik jika pertanyaan 10
dijawab dengan < 76% dan diberi nilai 0. Pada kuisioner
sikap dengan pertanyaan Favorable dengan skor : SS (4), S (3), TS (2), STS (1)
dan pertanyaan Unfavorable 4 dengan skor
dibalik : SS (1), S (2), TS (3), STS (4). Dan wawancara adalah sebuah Tanya
jawab yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari wawancara.
F.
Pengolahan
Data
Pengolahan data digunakan dan menurut Hidayat
(2009:107). Pengolahan data tersebut terdapat 4 langkah yang harus dilakukan,
diantaranya:
1.
Editing
Editing
yaitu pemeriksaan data, apakah telah sesuai atau tidak dengan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam editing yaitu:
a. Memeriksa kelengkapan data yaitu memeriksa semua
kelengkapan jawaban semua pertanyaan yang diajukan.
b. Memeriksa
keseimbangan data yaitu memeriksa data yang satu dengan yang lain
c. Memeriksa semua pertanyaan yang digunakan.
2.
Coding
Conding
yaitu memberikan kode-kode tertentu untuk setiap data yang ada.
3. Scoring
Scoring
dilakukan dengan menggunakan skor (nilai) pada setiap pertanyaan dari masing
variabel, 1 pertanyaan yang benar diberi nilai 1 (10%), dan bila pertanyaan di
jawab salah diberi nilai 0, sedangkan pada sikap pertanyaan positif diberi
nilai 4,3,2,1 dan pada pertanyaan negative diberi nilai 1,2,3,4.
4. Entry Data
Entry
Data yang telah diperiksa dan diberi kode kemudian dimasukan kedalam proggram komputerisasi.
5. Cleaning
Cleaning
Dilakukan untuk memastikan keseluruhan data yang telah dimasukan tidak terdapat
kesalahan dalam memasukan data sehingga data siap dianalisis.
G.
Pengumpulan
Data
1. Data
Primer
Data yang diperoleh melalui wawancara
dan kuesioner yang di lakukan responden secara langsung
dengan di bantu 2 orang enumerator.
2. Data
Sekunder
Data yang di peroleh dari pencatatan yang
di peroleh dari unit rawat jalan rumah sakit sakit jiwa Kota jambi Tahun 2010.
H.
Analisa
Data
Pada
analisa univariat setiap variabel dari hasil penelitian akan di hasilkan dalam
bentuk distribusi frekuensi gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang
skizofrenia yang berobat diunit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi.
1. Pengetahuan
Untuk mengetahui nilai Pengetahuan peneliti memberi nilai 1
sama dengan baik responden dapat menjawab pertanyaan yang di berikan cut of poin ≥ 76% dimana bobot nilai yang
diberikan untuk 1 pertanyaan bernilai 10% dari 10 pertanyaan dan sebaliknya
peneliti memberi nilai 0 sama dengan kurang baik bila responden hanya dapat
menjawab pertanyaan cut of poin <
76% dari 10 pertanyaan yang diberikan.
2. Sikap
Skor
Pertanyaan Sikap Positif ( + ).
a. SS (Sangat Setuju) = 4
b. S (Setuju) = 3
c. TS (Tidak Setuju) = 2
d. STS (Sangat Tidak Setuju = 1
Skor Pertanyaan Sikap Negatif ( - ).
a. SS (Sangat Setuju) = 1
b. S (Setuju)
= 2
c. TS (Tidak Setuju) = 3
d. STS (Sangat tidak Setuju)` = 4
Skor positif bila pertanyaan
1-5 cut of point ≥ Median
Skor negative bila
pertanyaan 6-10 cut of point < Median
I.
Jalannya
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan survey awal pada saat pengambilan data dari Rumah Sakit Jiwa provinsi Jambi.
Pengambilan data ini dimulai sejak bulan mei 2011. Setelah judul ditentukan,
peneliti mulai melakukan pembuatan proposal Bab demi Bab, dengan tingkat
kesulitan tersendiri dan dibantu oleh pembimbing 1 dan pembimbing 2 dalam
penyusunannya, dan diperkirakan akan dilaksanakan penelitian pada bulan Oktober
tahun 2011 setelah dilaksanakan ujian proposal.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran
Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi
terletak di Desa Kenali Besar Kecamatan Kota Baru ± 9,5 KM barat dari pusat
kota. Luas bangunan 3.366 M² dengan kapasitas tempat tidur 60 tempat tidur.
Sejak otonomi
daerah, berdasarkan peraturan daerah N0 14/Th 2002 tentang organisasi dan tata
kerja rumah sakit jiwa daerah, perubahan nama dari Rumah Sakit Pusat Jambi
menjadi Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Jambi.
Rumah sakit jiwa
provinsi jambi merupakan salah satu unit kerja provinsi jambi yang di bentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 14 tahun 2002 Tentang Stuktur
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi mempunyai
wewenang menyelenggarakn tugas umum pemerintah dibidang Provinsi Jambi.
Dibangun diatas tanah seluas ± 10 Ha dan yang telah ada bangunannya seluas
3.366m.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi mempunyai
tugas menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan rehabilitasi di bidang Kesehatan jiwa yang dilaksanakan secara
serasi, terpadu dengan melaksanakan peningkatan upaya rujukan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipergunakan
sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan
pelatihan bagi tenaga dibidang kesehatan jiwa.
B.
Karakteristik Responden
Tabel.
4.1
Distribusi
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Unit Rawat Jalan
RumahSakit Jiwa
Provinsi
Jambi Tahun 2011
No
|
Pendidikan
|
n
|
(%)
|
1
|
Pendidikan rendah (SD, SMP)
|
63
|
67,7
|
2
|
Pendidikan sedang (SMA)
|
9
|
9,7
|
3
|
Pendidikan tinggi (D3 dan S1)
|
21
|
22,6
|
Jumlah
|
93
|
100
|
Berdasarkan
Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui
bahwa dari 93 responden sebagian besar 63 (67,7%) adalah pendidikan rendah.
Tabel.
4.2
Distribusi
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden Di Unit Rawat Jalan Rumah
Sakit Jiwa
Provinsi
Jambi Tahun 2011
No
|
Umur
|
n
|
(%)
|
1
|
Dewasa muda (20 tahun)
|
6
|
6,5
|
2
|
Dewasa tua (21-59 tahun)
|
84
|
90,3
|
3
|
Lansia (60 tahun)
|
3
|
3,2
|
Jumlah
|
93
|
100
|
Berdasarkan
tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan umur, diketahui bahwa dari 93
responden sebagian besar 84 (90,3%) rentang umur responden yaitu dewasa tua.
Tabel.
4.3
Distribusi
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden Di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa
Provinsi
Jambi Tahun 2011
No
|
Pekerjaan
|
n
|
%
|
1
|
Wiraswasta
|
54
|
58,1
|
2
|
Pelajar
|
15
|
16,1
|
3
|
IRT
|
20
|
21,5
|
4
|
Pegawai
|
4
|
4,3
|
Jumlah
|
93
|
100
|
Berdasarkan
tabel 4.3 karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, diketahui bahwa dari
93 responden sebagian besar 54 (58,1%) pekerjaan responden adalah swasta.
C.
Hasil Penelitian
1. Analisis
Univariat
Analisis
univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang pengetahuan dan sikap keluarga
pasien tentang skizofrenia.
a.
Pengetahuan
Berdasarkan hasil
penelitian diketahui distribusi responden menurut pengetahuan keluarga pasien
tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi
jambi tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.4
Distribusi
Frekuensi Tentang Pengetahuan keluarga pasien tentang skizofrenia yang berobat
di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jambi tahun 2011.
No
|
Pengetahuan
|
n
|
(%)
|
1
|
Kurang baik
|
56
|
60,2
|
2
|
Baik
|
37
|
39.8
|
Jumlah
|
93
|
100
|
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas
diketahui bahwa dari 93 responden sebagian
besar yang mempunyai pengetahuan kurang
baik tentang skizofrenia yaitu sebanyak 56 responden (60,2%).
b.
Sikap
Berdasarkan hasil
penelitian diketahui distribusi responden yang mempunyai sikap keluarga pasien
tentang skizofrenia yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi
jambi tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.5
Distribusi
Frekuensi Tentang Sikap Keluarga Pasien Skizofrenia Yang Berobat Di Unit Rawat
Jalan
Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jambi
Tahun 2011
No
|
Sikap
|
n
|
(%)
|
1
|
Negatif
|
50
|
53,8
|
2
|
Positif
|
43
|
46,2
|
Jumlah
|
93
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.5 diatas
diketahui bahwa dari 93 responden
sebagian besar memiliki sikap negatif tentang skizofrenia yaitu 50 responden (53,8%).
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini, peneliti akan menyajikan
beberapa pembahasan terhadap hasil penelitian yang terdiri dari analisis
univariat tentang Gambaran Pengetahuan
Dan Sikap Keluarga Pasien Tentang Skizofrenia Yang Berobat Di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2011.
A.
Pembahasan
1. Pengetahuan
Responden
Berdasarkan
Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar yang
mempunyai pengetahuan kurang baik tentang
skizofrenia yaitu sebanyak 56 responden (60,2%). Hal ini dikarenakan pendidikan responden yang
rendah yaitu kebanyakan keluarga berpendidikan SD, sehingga keluarga kurang
memahami tentang skizofrenia.
Pada penelitian di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi juga terlihat distribusi karakteristik
responden dimana responden yang diambil adalah keluarga yang berpendidikan
rendah (SD dan SLTP). Hal ini berpengaruh pada faktor internal dimana
pendidikan rendah dapat mempengaruhi pengetahuan keluarga.
Selain itu pengaruh dari faktor
eksternal yaitu diketahui bahwa pengetahuan keluarga tentang skizofrenia sebagian
besar adalah kurang baik. hal ini dikarenakan kurangnya informasi dan pemahaman
keluarga tentang skizofrenia.
|
Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori lyus,y (2009: 260), menyatakan bahwa
pengetahuan memiliki pengaruh yang besar terhadap penyakit skizofrenia makin
rendah pengetahuan penderita tentang skizofrenia untuk individu, keluarga, dan
masyarakat . makin besar pula gejala timbulnya pada pasien. Sebaliknya
pengetahuan yang baik tentang skizofrenia akan membantu masyarakat dalam
mengatasinya.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Tri wahyuningsi (2007, yang menyatakan
bahwa salah satu penyebab terjadinya kekambuhan gangguan jiwa (skizofrenia)
adalah karena ketidak tahuan keluarga tentang cara merawat pasien dirumah.
Menurut
Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Dalam penelitian ini diketahui
bahwa pengetahuan responden tentang penyakit skizofrenia sebagian besar adalah
kurang baik, hal ini dikarenakan adanya responden yang kurang memahami tentang
pengertian skizofrenia, tanda dan gejala skizofrenia dan jenis skizofrenia ini
terbukti dari 93 responden hampir sebagian besar responden yaitu 56 respendon
kurang memahami tentang penyakit skizifrenia.
Untuk
hal tersebut maka peneliti mengupayakan dengan cara memberikan penyuluhan
tentang penyakit skizofrenia, sikap positif dari petugas kesehatan juga dapat
meningkatkan pelayanan yang baik sehingga keluarga mendapatkan informasi
mengenai penyakit skizofrenia.
2. Sikap
Responden
Berdasarkan tabel 4.3
diatas diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar memiliki sikap negatif
tentang skizofrenia yaitu 50 responden (53,8%).
Hal ini terlihat dari beberapa
kuesioner dengan jawaban responden yang memiliki sikap negatif lebih banyak
dari pada jumlah responden yang menjawab positif. Dari jawaban responden yang
menjawab negatif sebagian besar responden tidak tahu bahwa pasien skizofrenia
perlu diasingkan dalam proses penyembuhannya yaitu sebanyak 34 responden
(36,6%).
Sementara dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa sebagian responden mempunyai sikap yang negatif lebih banyak
dari pada yang positif. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh faktor yang
mempengaruhi sikap adalah pengetahuan. Semakin rendah pengetahuan responden
maka semakin rendah sikap responden dalam menyelesaikan masalah kesehatan.
Menurut Hasil penelitian Trii (2007)
yang menyatakan bahwa sebagian besar (51,4%) sikap reponden kurang baik
terhadap perawatan pasien skizofrenia oleh keluarga dirumah, dari hasil uji
statistic juga menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan
perawatan pasien skizofrenia dirumah. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori
notoatmodjo (2003) sikap adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui
panca indera, setiap orang mempunyai sikap yang berbeda meskipun mengamati
objek yang sama, perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat
diketahui melalui sikap.
Allport dalam Notoatmojo (2003),
menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen
ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang
utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan yang
penting.
Untuk hal tersebut maka
peneliti mengupayakan dengan cara memberikan penyuluhan tentang penyakit
skizofrenia, sikap positif dari petugas kesehatan juga dapat meningkatkan
pelayanan yang baik sehingga keluarga mendapatkan informasi mengenai penyakit skizofrenia
pada pasien.
BAB VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Responden yang mempunyai
pengetahuan kurang baik tentang skizofrenia
yaitu sebanyak 56 responden (60,2%). Sedangkan jumlah responden yang mempunyai
pengetahuan baik yaitu sebanyak 37 responden (39,8%).
2. Responden yang mempunyai
sikap negatif tentang penyakit skizofrenia yaitu sebanyak yaitu 50 responden
(53,8%) dan yang mempunyai sikap positif sebanyak 43 responden (46,2%).
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa
Sebagai masukan untuk bahan
pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa Jambi dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa serta memberikan informasi atau
pengetahuan kepada keluarga dalam menangani pasien Skizofrenia.
2. Bagi Institusi
Pendidikan
Diharapkan dapat
menambah daftar bacaan yang akan dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
|